Jumat, 29 Maret 2019

ARTIKEL : "Bebaskanlah Guru dan Murid dari Penjara Jam dan Mata Pelajaran yang Berlebihan portalsatu.com 2019/03/21 23:28 Ikuti Oleh Thayeb Loh Angen Aktivis kebudayaan, Penulis. KETIKA berbicara tentang menguatkan pendidikan dan memajukan kebudayaan, maka kita perlu menelaah inti persoalannya. Apa yang lemah di dalam sistem pendidikan di Indonesia sehingga perlu diperkuatkan? Apa yang mundur dari kebudayaan di Indonesia sehingga perlu dimajukan? Masalah yang Dihadapi Guru Selama ini, Indonesia telah menerapkan sistem pendidikan yang kaku dan bertentangan dengan kenyamanan psikologi guru dan murid. Guru dipaksa mengajar selama beberapa jam sehari sehingga harus memenuhi jumlah jam mengajar walaupun konsentrasinya menurun karena pikirannya kelelahan. Hal itu dialami setiap hari, ditambah lagi ada beberapa orang murid yang melanggar aturan dan mencari perhatian dengan cara yang keliru. Keadaan demikian diperparah lagi oleh undang-undang yang melarang guru memukul murid dalam batas tertentu untuk mendidik. Guru telah diperlakukan sebagai robot pekerja, bukan lagi sebagai pendidik yang terhormat. Itu sekolah di kota dan di perkampungan biasa. Sementara di pulau terpencil, seperti di Sekolah Dasar Meulingge, Pulo Aceh. Di sekolah itu, seorang guru malah harus mengajar dan mengurus beberapa kelas sendirian. Para guru dari luar yang ditugaskan ke sana tidak bersedia mengajar. Pemaksaan jumlah jam mengajar yang membuat para guru harus memaksakan konsentrasi mengakibatkan hilangnya semangat dan keikhlasan sebagian mereka dalam mengajar. Oleh karena itu, sebagian para guru tersebut hanya mengajar untuk menjalankan tugasnya sebagai pekerja, bukan lagi sebagai seorang pendidik. Psikologi yang buruk tersebut dialami oleh guru berstatus pegawai negeri sipil dan honorer. Hal itu bertambah lagi bagi guru sertifikasi, yang diwajibkan mengajar sebanyak minimal 24 jam seminggu. Sementara honorer lebih merana karena selain menghadapi masalah di atas, mereka juga kekurangan gaji dan masih merasa masa depannya belum terjamin. Sistem pendidikan yang telah ada di Indonesia telah membuat guru seperti robot pekerja. Masalah yang Dihadapi Anak Didik Sementara anak didik mengalamai hal serupa. Mereka dipaksa mengikuti jam pelajaran pada saat mereka seharusnya berstirahat dan bermain sehingga hanya sebagian kecil pelajaran yang diingat. Hal tersebut diperparah dengan kenyataan bahwa sebagian mata pelajaran yang diberikan merupakan hal yang sia-sia karena tidak diperlukan di dalam kehidupannya. Anak-anak dari Sekolah Dasar sampai Menengah Atas arau sederajat dipaksa duduk di dalam kelas dari pagi sampai siang, bahkan sampai petang. Masa ceria kanak-kanak mereka telah terbuang karena disekap di dalam penjara ruang kosong kelas untuk mendengar ceramah para guru yang kelelahan karena harus ceramah dari petang. Yang lebih parah lagi, setelah disiksa dengan cara itu, anak-anak tersebut dibebankan dengan PR (Pekerjaan Rumah). Masa bermain anak-anak ini telah hilang. Ada jutaan anak-anak di Indonesia. Yang lebih parah lagi, para balita diperlakukan sebagai orang dewasa, diajarkan berhitung, membaca, dan menulis. Masa kanak-kanak balita yang indah telah dirampas soleh sistem pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia telah berhasil menyiksa para guru dan anak-anak dari usia Pendidikan Anak Usia Dini sampai Sekolah Menengah Atas. Guru stres karena dipaksa mengajar dari pagi sampai siang, bahkan petang. Para murid pun stres karena dipaksa ikut pelajaran yang bertumpuk seharian. Sistem tersebut, daripada disebut sistem pendidikan, agak lebih tepat disebut sistem untuk menjadikan manusia yang luar biasa menjadi robot bodoh. Masalah dalam Kurikulum Selain hal tersebut, di dalam kurikulum yang bertumpuk itu, hanya ada sedikit, bahkan di sebagian tempat, tidak ada sama sekali pelajaran adab, akhlak, moral, dan sebagainya. Sistem pendidikan yang telah ada, kurang diisi ajaran supaya anak suka membantu orang lain, menyelamatkan alam, berdikari, menjaga kesehatan, mejaga kebersihan, dan sebagainya. Daripada diajarkan hal yang berguna untuk kehidupan para anak tersebut, malah disuruh menghafal hal yang sia-sia, yang disebut mata pelajaran. Selain banyaknya mata pelajaran, malah ada yang lebih menyesakkan dada, yakni, program full day school. Apakah yang memogramkan full day school sebuah robot? Masalah dengan Buku Mata Pelajaran Kurikulum yang sering berubah-ubah menjadi masalah tersendiri bagi para guru dan wali murid. Guru harus sering menyesuaikan pemahamannya dengan pola penulisan buku ajar yang baru dan wali murid harus membeli buku baru setiap tahun, tidak bisa memakai buku tahun lalu yang digunakan oleh kerabat si murid. Penggantian buku ajar lebih terkesan sebagai bisnis penjualan buku daripada kebutuhan dunia pendidikan. Selain masalah banyaknya mata pelajaran, buku untuk anak-anak pun berisi hal yang membingungkan, serta berhalaman banyak. Bertumpuk sudah masalah disesakkan ke dalam kepala anak-anak yang masih kecil. Masalah dalam Kearifan Lokal atau Kebudayaan Selain rusak dalam jumlah jam pelajaran yang menyiksa para guru dan para murid dan kurikulum yang labil, sistem pendidikan yang telah ada di Indonesia juga menghilangkan kerarifan lokal atau budaya secara sengaja. Tidak ada mata pelajaran kearifan lokal ataupun kebudayaan untuk masing-masing daerah di sekolah Indonesia. Apabila tidak ada di dalam kurikulum sekolah, lalu di mana anak-anak dan remaja belajar kebudayaan? Apakah ketika mereka kelak masuk ke perguruan tinggi? Pemerintah atau tokoh masyarakat menganjurkan generasi baru untuk melestarikan kebudayaan, sementara kebudayaan itu sendiri tidak diajarkan kepada generasi tersebut. Kerafilan lokal atau kebudayaan belum punya tempat di dalam sistem pendidikan di Indonesia. Mengubah Sistem Pendidikan di Indonesia Untuk menguatkan pendidikan dan memajukan kebudayaan, Indonesia perlu mengubah sistem pendidikannya. Dengan sistem yang sudah ada, pendidikan di Indonesia melemah dan tidak mungkin kuat serta kebudayaan pun mundur dan tidak mungkin maju. Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Albert Einstein, yaitu, kegilaan adalah melakukan hal yang sama berulang-ulang dan mengharapkan hasil yang berbeda. Hal yang perlu diubah di dalam sistem pendidikan Indonesia adalah sesuatu yang dapat menyelesaikan masalah yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengurangi jam mengajar para guru, mengurangi jam belajar para murid, mengurangi mata pelajaran ada, dan memasukkan mata pelajaran kearifan lokal atau kebudayaan serta agama menurut daerah masing-masing propinsi dan suku bangsa. Idealnya, dalam sehari, murid hanya belajar tiga jam dan tidak ada Pekejaan Rumah (PR) sama sekali. Belajar harus dipusatkan di sekolah dan selang seling antara belajar di dalam ruangan dengan di luar ruangan. Hal seperti ini telah berhasil diterapkan di Finlandia dan karenanya negara tersebut menduduki peringkat pertama pendidikan terbaik di dunia. Para guru di sana bahagia, para murid bahagia, dan kebudayaan pun kuat. Begitu pula untuk para guru, jumlah jam mengajar yang ideal untuk para guru adalah tiga jam perhari, baik untuk para guru pegawai negeri sipil biasa, para guru yang sudah sertifikasi, maupun untuk para guru honorer. Para guru harus dibuat nyaman mengajar dan tidak dibuat khawatir tentang gaji. Biarkan guru sejahtera dan hanya memikirkan mendidik generasi muda. Satu lagi, hapuskanlah Ujian Nasional (UN) karena itu hanya menjatuhkan mental para remaja disebabkan mereka harus dinilai berdasarkan standar Jakarta, sementara sebagian besar murid sekolah hidup dalam budaya yang berbeda dan tersebar di banyak pulau yang jauh. Melatih Ulang Para Guru untuk Sistem Pendidikan yang Baru dan Uji Coba Sistem Baru di Sebuah Sekolah Setelah mengubah sistem pendidikan, maka para guru harus dibekali pengetahuan sistem baru tersebut supaya dapat menyesuaikan pola mengajar mereka. Setelah para guru dilatih, maka sistem baru tersebut diuji coba di sebuah sekolah supaya dapat disempurnakan sebelum diperintahkan untuk digunakan di seluruh Indonesia. Selamat berjuang!"

C Oleh Thayeb Loh Angen Aktivis kebudayaan, Penulis. KETIKA berbicara tentang menguatkan pendidikan dan memajukan kebudayaan, maka kita perlu menelaah inti persoalannya. Apa yang lemah di dalam sistem pendidikan di Indonesia sehingga perlu diperkuatkan? Apa yang mundur dari kebudayaan di Indonesia sehingga perlu dimajukan? Masalah yang Dihadapi Guru Selama ini, Indonesia telah menerapkan sistem pendidikan yang kaku dan bertentangan dengan kenyamanan psikologi guru dan murid. Guru dipaksa mengajar selama beberapa jam sehari sehingga harus memenuhi jumlah jam mengajar walaupun konsentrasinya menurun karena pikirannya kelelahan. Hal itu dialami setiap hari, ditambah lagi ada beberapa orang murid yang melanggar aturan dan mencari perhatian dengan cara yang keliru. Keadaan demikian diperparah lagi oleh undang-undang yang melarang guru memukul murid dalam batas tertentu untuk mendidik. Guru telah diperlakukan sebagai robot pekerja, bukan lagi sebagai pendidik yang terhormat. Itu sekolah di kota dan di perkampungan biasa. Sementara di pulau terpencil, seperti di Sekolah Dasar Meulingge, Pulo Aceh. Di sekolah itu, seorang guru malah harus mengajar dan mengurus beberapa kelas sendirian. Para guru dari luar yang ditugaskan ke sana tidak bersedia mengajar. Pemaksaan jumlah jam mengajar yang membuat para guru harus memaksakan konsentrasi mengakibatkan hilangnya semangat dan keikhlasan sebagian mereka dalam mengajar. Oleh karena itu, sebagian para guru tersebut hanya mengajar untuk menjalankan tugasnya sebagai pekerja, bukan lagi sebagai seorang pendidik. Psikologi yang buruk tersebut dialami oleh guru berstatus pegawai negeri sipil dan honorer. Hal itu bertambah lagi bagi guru sertifikasi, yang diwajibkan mengajar sebanyak minimal 24 jam seminggu. Sementara honorer lebih merana karena selain menghadapi masalah di atas, mereka juga kekurangan gaji dan masih merasa masa depannya belum terjamin. Sistem pendidikan yang telah ada di Indonesia telah membuat guru seperti robot pekerja. Masalah yang Dihadapi Anak Didik Sementara anak didik mengalamai hal serupa. Mereka dipaksa mengikuti jam pelajaran pada saat mereka seharusnya berstirahat dan bermain sehingga hanya sebagian kecil pelajaran yang diingat. Hal tersebut diperparah dengan kenyataan bahwa sebagian mata pelajaran yang diberikan merupakan hal yang sia-sia karena tidak diperlukan di dalam kehidupannya. Anak-anak dari Sekolah Dasar sampai Menengah Atas arau sederajat dipaksa duduk di dalam kelas dari pagi sampai siang, bahkan sampai petang. Masa ceria kanak-kanak mereka telah terbuang karena disekap di dalam penjara ruang kosong kelas untuk mendengar ceramah para guru yang kelelahan karena harus ceramah dari petang. Yang lebih parah lagi, setelah disiksa dengan cara itu, anak-anak tersebut dibebankan dengan PR (Pekerjaan Rumah). Masa bermain anak-anak ini telah hilang. Ada jutaan anak-anak di Indonesia. Yang lebih parah lagi, para balita diperlakukan sebagai orang dewasa, diajarkan berhitung, membaca, dan menulis. Masa kanak-kanak balita yang indah telah dirampas soleh sistem pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia telah berhasil menyiksa para guru dan anak-anak dari usia Pendidikan Anak Usia Dini sampai Sekolah Menengah Atas. Guru stres karena dipaksa mengajar dari pagi sampai siang, bahkan petang. Para murid pun stres karena dipaksa ikut pelajaran yang bertumpuk seharian. Sistem tersebut, daripada disebut sistem pendidikan, agak lebih tepat disebut sistem untuk menjadikan manusia yang luar biasa menjadi robot bodoh. Masalah dalam Kurikulum Selain hal tersebut, di dalam kurikulum yang bertumpuk itu, hanya ada sedikit, bahkan di sebagian tempat, tidak ada sama sekali pelajaran adab, akhlak, moral, dan sebagainya. Sistem pendidikan yang telah ada, kurang diisi ajaran supaya anak suka membantu orang lain, menyelamatkan alam, berdikari, menjaga kesehatan, mejaga kebersihan, dan sebagainya. Daripada diajarkan hal yang berguna untuk kehidupan para anak tersebut, malah disuruh menghafal hal yang sia-sia, yang disebut mata pelajaran. Selain banyaknya mata pelajaran, malah ada yang lebih menyesakkan dada, yakni, program full day school. Apakah yang memogramkan full day school sebuah robot? Masalah dengan Buku Mata Pelajaran Kurikulum yang sering berubah-ubah menjadi masalah tersendiri bagi para guru dan wali murid. Guru harus sering menyesuaikan pemahamannya dengan pola penulisan buku ajar yang baru dan wali murid harus membeli buku baru setiap tahun, tidak bisa memakai buku tahun lalu yang digunakan oleh kerabat si murid. Penggantian buku ajar lebih terkesan sebagai bisnis penjualan buku daripada kebutuhan dunia pendidikan. Selain masalah banyaknya mata pelajaran, buku untuk anak-anak pun berisi hal yang membingungkan, serta berhalaman banyak. Bertumpuk sudah masalah disesakkan ke dalam kepala anak-anak yang masih kecil. Masalah dalam Kearifan Lokal atau Kebudayaan Selain rusak dalam jumlah jam pelajaran yang menyiksa para guru dan para murid dan kurikulum yang labil, sistem pendidikan yang telah ada di Indonesia juga menghilangkan kerarifan lokal atau budaya secara sengaja. Tidak ada mata pelajaran kearifan lokal ataupun kebudayaan untuk masing-masing daerah di sekolah Indonesia. Apabila tidak ada di dalam kurikulum sekolah, lalu di mana anak-anak dan remaja belajar kebudayaan? Apakah ketika mereka kelak masuk ke perguruan tinggi? Pemerintah atau tokoh masyarakat menganjurkan generasi baru untuk melestarikan kebudayaan, sementara kebudayaan itu sendiri tidak diajarkan kepada generasi tersebut. Kerafilan lokal atau kebudayaan belum punya tempat di dalam sistem pendidikan di Indonesia. Mengubah Sistem Pendidikan di Indonesia Untuk menguatkan pendidikan dan memajukan kebudayaan, Indonesia perlu mengubah sistem pendidikannya. Dengan sistem yang sudah ada, pendidikan di Indonesia melemah dan tidak mungkin kuat serta kebudayaan pun mundur dan tidak mungkin maju. Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Albert Einstein, yaitu, kegilaan adalah melakukan hal yang sama berulang-ulang dan mengharapkan hasil yang berbeda. Hal yang perlu diubah di dalam sistem pendidikan Indonesia adalah sesuatu yang dapat menyelesaikan masalah yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengurangi jam mengajar para guru, mengurangi jam belajar para murid, mengurangi mata pelajaran ada, dan memasukkan mata pelajaran kearifan lokal atau kebudayaan serta agama menurut daerah masing-masing propinsi dan suku bangsa. Idealnya, dalam sehari, murid hanya belajar tiga jam dan tidak ada Pekejaan Rumah (PR) sama sekali. Belajar harus dipusatkan di sekolah dan selang seling antara belajar di dalam ruangan dengan di luar ruangan. Hal seperti ini telah berhasil diterapkan di Finlandia dan karenanya negara tersebut menduduki peringkat pertama pendidikan terbaik di dunia. Para guru di sana bahagia, para murid bahagia, dan kebudayaan pun kuat. Begitu pula untuk para guru, jumlah jam mengajar yang ideal untuk para guru adalah tiga jam perhari, baik untuk para guru pegawai negeri sipil biasa, para guru yang sudah sertifikasi, maupun untuk para guru honorer. Para guru harus dibuat nyaman mengajar dan tidak dibuat khawatir tentang gaji. Biarkan guru sejahtera dan hanya memikirkan mendidik generasi muda. Satu lagi, hapuskanlah Ujian Nasional (UN) karena itu hanya menjatuhkan mental para remaja disebabkan mereka harus dinilai berdasarkan standar Jakarta, sementara sebagian besar murid sekolah hidup dalam budaya yang berbeda dan tersebar di banyak pulau yang jauh. Melatih Ulang Para Guru untuk Sistem Pendidikan yang Baru dan Uji Coba Sistem Baru di Sebuah Sekolah Setelah mengubah sistem pendidikan, maka para guru harus dibekali pengetahuan sistem baru tersebut supaya dapat menyesuaikan pola mengajar mereka. Setelah para guru dilatih, maka sistem baru tersebut diuji coba di sebuah sekolah supaya dapat disempurnakan sebelum diperintahkan untuk digunakan di seluruh Indonesia. Selamat berjuang!

SISWA SMALB BELAJAR SYUTING


Rabu, 16 Maret 2016








                                                      SEKOLAHKU NAN ASRI

                                                       Salah satu aktifitas di ruang Asesmen.
                                                        Belajar juga bisa di luar kelas, lho..!
                                                           Belajar di dalam kelas juga Ok!
                                                  Latihan bicara dg Speech Therapist
                                                                    Belajar one to one
                                                   Berolah raga supaya badan tetap bugar
                                                       Belajar bersama supaya lebih asyik..